SEJARAH PERAYAAN TAHUN SAKA - SELAYANG PANDANG


Tanggal 9 Maret 2016, ma­sya­ra­kat Bali merayakan per­gantian tahun Saka. Dari tahun Sa­ka 1937 menjadi ta­hun Saka ­­1938. Ada yang berbeda dalam tata cara merayakan pergantian tahun yang dilaksanakan oleh o­rang Bali. Perayaan per­gantian tahun pada umumnya identik deng­an suasana meriah pes­ta. Suasana glamour deng­an suara petasan dan kembang api. Di Bali justru yang terjadi ada­lah kebalikannya. Orang Bali merayakan pergantian tahun Saka dengan menghentikan pu­taran kehidupan seje­nak. Jauh dari nuansa ke­riuhan suasana pesta. Suasana yang mengajak setiap orang untuk kem­bali ke titik nol. Kembali kekosongan. Melakukan tapa brata yoga semadi. Merenungkan apa yang telah lewat dan ber­usaha memetik pel­a­ja­ran untuk membuat re­solusi-resolusi baru un­tuk menyongsong ta­hun yang akan datang.

Makna dari prosesi perayaan Nyepi bisa klik disini

Terlepas dari pro­­sesi perayaan yang berbeda, yang me­ru­pa­kan keunikan tersendiri, ada hal lain yang menarik dari per­gantian tahun tersebut. Per­gantian ta­hun merupakan per­a­lihan dari akhir tahun menuju ke awal tahun berikutnya. Jika di­cermati, pergantian tahun Saka justru terjadi pada penghujung sasih ke sanga (bulan ke sembilan) dan awal sasih ke dasa (awal bulan ke sepuluh). Bukannya pada saat akhir sasih ke Sada (bulan dua belas) menuju sasih ka Sa (bulan ke satu). Tim redaksi mencoba menelaah mengapa hal ini terjadi. Kami mencoba bermain-main deng­an alur logika. Memang harus diakui ini hanyalah sebuah opini.

SEKILAS SEJARAH TAHUN SAKA

Berbicara tahun Saka, kita ti­dak bisa lepas dari pergolakan yang terjadi di India saat ter­jadinya peperangan antar suku. Pe­perangan antar suku ini se­per­tinya merupakan warisan dari kegagalan Alexander Yang Agung dalam menaklukan India. Karena gagal menaklukan India, Alexander lalu memutuskan un­tuk menarik pasukannya kem­bali. Namun dalam perjalan kembali, Alexander jatuh sakit dan akhir­nya meninggal di Mesir. Tempat wafatnya Alexander kemudian dikenal dengan nama Alexandria.

Sepeninggal Alexander da­ri India, menyisakan beberapa pa­su­kannya di India. Tidak adanya kekuatan menyebabkan terjadi per­golakan dan pemberontakan dari suku-suku yang ada. Sisa dari pasukan Alexander ini yang kemudian dikenal sebagai suku Saka. Perebutan kekuasaan terjadi antara suku diantaranya suku Saka sendiri, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya. Pergolakan ini baru bisa diakhiri ketika suku Saka berhasil merebut tampuk kekuasaan. Kemudian pada ta­hun 78 Masehi, Raja Kaniskha I (Ka - ni - sak - ka) dinobatkan sebagai raja.

Sebagaimana peradaban bangsa-bangsa, maka Raja Ka­niskha I pun ingin memulai per­adaban baru dengan mene­tap­kan perhitungan tahun Saka sebagai penetapan penulisan sejarah. Karena suku Saka sen­diri merupakan turunan dari bang­sa Yunani yang menganut ajaran pagan, maka tidak heran penetapan tarikh Saka pun mengacu pada ajaran Pagan. Aja­ran Pagan menetapkan bu­lan Maret sebagai awal tahun (pe­mujaan kepada planet Mars sebagai planet Merah dan penghormatan Dewa Aries sebagai dewa perang). Ini bisa dilihat dari penetapan zodiak yang menetapkan Aries sebagai awal zodiak dan Pises sebagai akhir zodiak. Sepertinya tahun masehi pun mengalami pergeseran, keti­ka bulan Januari menjadi awal ta­hun. Kami mencoba berandai-andai. September yang berasa dari kata Siete yang artinya tu­juh, bergeser menjadi bulan ke sembilan. Sedangkan Oktober, yang berasal dari kata Okto yang artinya delapan berubah menjadi bulan kesepuluh. Demikian ju­ga Desember (Dec -  sepuluh, De­ci­mal = Perpuluhan). Dan bukan hal yang aneh bulan Februari berjumlah tidak lengkap. Mungkin ini sebagai penutupan tahun dimana pemaksaan terhadap kelengkapan biasanya terjadi. Ini tentu hanyalah permainan logika. Kebenarannya tentu masih harus dibuktikan. Dan sepertinya inilah se­babnya pergantian tahun Saka, yang di Bali menjadi Hari Raya Nyepi pada umumnya jatuh pada bulan Maret.

Ketika du­nia mulai me­ma­suki era per­dagangan an­tar bangsa, bang­sa Saka ini pun me­la­kukan eks­pan­sinya. Sa­lah sa­tu yang men­jadi tujuan da­gang adalah pulai Jawa. Lalu terjadi kontak antara suku Saka dengan masyarakat pribumi. Dalam kontak budaya ini, bangsa Saka berhasil memperkenalkan dan menerapkan tariks Saka ke­pada masyarakat setempat. Hal ini bisa dilihat dari cerita masyarakat tentang legenda Aji Saka. 

Untuk artikel legenda rakyat Aji Saka dan lahirnya aksara Jawa dan Bali bisa klik disini


*Dari berbagai sumber 


Denpasar, Bali
26 Februari 2016
Sukra Umanis wuku Langkir